Rabu, 30 April 2014

Kampung Adat



PERANAN BUDAYA KAMPUNG ADAT
CIREUNDEU

I.                   PENDAHULUAN

Salah satu pendekatan dalam upaya memahami manusia yang telah banyak ditampilkan oleh sementara pakar adalah manusia dikembalikan ke dalam dunia makronya (annimal kingdom). Manusia secara fisik dan mental mengembangkan sumber daya insani, mewariskan nilai-nilai budaya dan menentukan masa depan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai bangsa.
Pada hakekatnya masyarakat tak lain dari pada orang-orang atau kelompok orang yang hidup bersama yang mampu menghasilkan, memelihara dan mengembangkan berbagai sistem nilai, yang dikemas ke dalam konsep yang disebut kebudayaan.
Kebudayaan adalah monopoli makhluk manusia yang memiliki sejumlah predikat atau sebutan, antara lain manusia. Konsep kebudayaan bisa lebih spesifik manakala dilihat dari dimensi isinya dengan acuan konsep yang berkenaan dengan unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal, yang artinya bahwa unsur-unsur yang ada dan dimiliki oleh setiap kelompok ke kelompok.
Kebudayaan yang ada di Indonesia sangatlah banyak, sedikitnya 43 dari 293 budaya Jawa Barat yang sudah terinventarisasi dinyatakan punah. Karena adanya banyak kebudayaan sehingga manusia itu sendiri membentuk suatu kelompok yang mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda, tetapi ada juga yang membentuk suatu kelompok didalamnya merupakan suatu masyarakat yang memiliki adat dan budaya yang khusus berlaku di daerah kehidupan kelompok tersebut, seperti cara memngkonsumsi makanan pokoknya, kehidupannya, bergaulnya dan juga agama dan ras yang berbeda dengan sosial budaya biasanya, suatu kelompok masyarakan yang memiliki kehidupan yang berbeda terutama dalam hal :
1.      Sistem religi dan upacara keagamaan
2.      Sistem dan organisasi kemasyarakatan
3.      Sistem pengetahuan
4.      Bahasa
5.      Kesenian
6.      Sistem mata pencaharian hidup
7.      Sistem teknologi dan peralatan.
Maka dari itu kami akan menguraikan dalam bab pembahasan mengenai unsur-unsur universal kebudayaan di atas yang terdapat di budaya adat kampung Cireundeu yang bertempat di Cimahi Selatan.

II.                PEMBAHASAN
BUDAYA KAMPUNG ADAT CIREUNDEU
Cireundeu berasal dari nama “pohon reundeu”, karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali populasi pohon reundeu. pohon reundeu itu sendiri ialah pohon untuk bahan obat herbal.  Maka dari itu kampung ini di sebut Kampung Cireundeu. Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Terdiri dari 70 kepala keluarga atau 320 jiwa yang terdiri dari 1 RW, 5 RT, yang sebagia besar bermata pencaharian bertani ketela. Kampung Adat Cireundeu sendiri memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman. Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan  Sunda Wiwitan hingga saat ini. Selalu konsisten dalam menjalankan ajaran kepercayaan serta terus melestarikan budaya dan adat istiadat yang telah turun-temurun dari nenek moyang mereka. Maka pemerintah menetapkan Kampung Adat Cireundeu sebagai kampung adat yang sejajar dengan Kampung Naga (Tasikmalaya), Kaepuhan Cipta Gelar (Banten, Kidul, Sukabumi), Kampung Dukuh (Garut), Kampung Urug (Bogor), Kampung Mahmud (Bandung), dan kampung adat lainnya.
Description: http://kampungadatcireundeu.files.wordpress.com/2011/07/dsc09379.jpg?w=168&h=300Description: D:\sekolah LPMM RI\Kp. Adat Cirende\IMG-20130601-01578.jpg
Pintu Masuk Kampung adat Cireundeu
Masyarakat adat Cireundeu sangat memegang teguh kepercayaannya, kebudayaan serta adat istiadat mereka. Mereka memiliki prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman” arti kata dari “Ngindung Ka Waktu” ialah kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing. Sedangkan “Mibapa Ka Jaman” memiliki arti masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikutinya seperti adanya teknologi, televisi, alat komunikasi berupa hand phone, dan penerangan. Masyarakat ini punya konsep kampung adat yang selalu diingat sejak zaman dulu, yaitu suatu daerah itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
  1. Leuweung Larangan (hutan terlarang) yaitu hutan yang tidak boleh ditebang pepohonannya karena bertujuan sebagai penyimpanan air untuk masyarakat adat Cireundeu khususnya.
  2. Leuweung Tutupan (hutan reboisasi) yaitu hutan yang digunakan untuk reboisasi, hutan tersebut dapat dipergunakan pepohonannya namun masyarakat harus menanam kembali dengan pohon yang baru. Luasnya mencapai 2 hingga 3 hektar.
  3. Leuweung Baladahan (hutan pertanian) yaitu hutan yang dapat digunakan untuk berkebun masyarakat adat Cireundeu. Biasanya ditanami oleh jagung, kacang tanah, singkon atau ketela, dan umbi-umbian.
Sistem religi dan upacara keagamaan
Masyarakatnya masih menganut kepercayaan yang disebut dengan Sunda Wiwitan. Masyarakat Kampung Adat Cireundeu menyebut diri mereka penganut Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan mengendung arti Sunda yang paling awal. Bagi mereka, agama bukan sarana penyembahan namun sarana yang harus diaplikasikan dalam kehiduapan. Mereka masih memegang teguh tradisi turun-temurun. Pangeran Madrais diakui sebagai pemimpin/imam mereka. Ia menganut kepercayaan Sunda Wiwitan tersebut. Ia jugalah yang dianggap sebagai nenek moyang warga Kampung Adat Cireundeu.
Esensi ajaran Pangeran Madrais adalah pembangunan jati diri bangsa yang berkorelasi dengan kecintaan pada tanah air. Istilah tanah air disebutnya sebagai tanah amparan. Disinilah terletak perbedaan mendasar antara Sunda Wiwitan dengan agama-agama yang diintroduksi dari luar Nusantara. Tampak kentalnya nilai-nilai kebangsaan dan kemandirian budaya dalam ajarannya.
Sistem dan organisasi kemasyarakatan
Masyarakat desa adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah sesuatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial hidup bersama, bekerja sama dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam.
Seorang sosiolog terkemuka yaitu Pitirim A. Sorokin (J.D. Douglas, 1981:83) menyatakan bahwa sistem berlapis-lapis merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur, seperti yang terjadi pada desa. Hal tersebut menyebabkan stratifikasi sosial yang  melekat pada desa. Stratifikasi sosial dapat dipengaruhi oleh kekuasaan dan peran yang terdapat dalam kedudukan sosial seseorang. Faktor-faktor yang menjadi ukuran atau kriteria sebagai dasar pembentukan dasar pelapisan sosial yaitu, ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan dan wewenang, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan. Kedudukan sosial merupakan tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya yang berhubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.
Kampung Cireundeu mempunyai filosofi kehidupan yang sangat unik, dimana nuansa hidup yang santun dalam nafas setiap insan warga Kampung, mencintai lingkungan, budaya sunda dan kesenian khas masih terjaga dan terpelihara, sebagaian masyarakatnya masih mempertahankan adat leluhurnya, makanan pokonya nasi yang terbuat dari singkong atau di kenal dengan nama “Rasi” atau beras singkong, bahkan divervikasi produk makanan yang berbahan dasar singkong tersedia di kampung ini.
Kampung Cireundeu adalah salah satu model kampung yang sebagian besar penduduknya sudah meninggalkan ketergantungannya akan beras sebagai makanan pokok sehari hari, singkong adalah pilihannya yang telah terbukti menyelamatkan warganya dari kerisis pangan yang terjadi sampai saat ini belum pernah terjadi kesulitan dan kekurangan kebutuhan akan makanan pokok. Singkong di kampung ciereundeu dapat di buat menjadi berbagai macam makanan, hal ini dapat dijadikan sebagai contoh yang dapat di implementasikan di daerah lain sebagai bukti nyata program ketahanan pangan. Bentuk sistem kekerabatan masyarakat desa merupakan refleksi dari bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin akan mendapatkan suatu penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi. Ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas sepenunya. Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan suatu kontinuitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.
Gillin dan Gillin (Robert K. Merton, 1964:71)mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial : Kerja Sama (Cooperation) Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik.
Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya.
Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley ”kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna”.
Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang biasa diberi nama kerja sama (cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan :
-       Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang sertamerta.
-        Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang merupakan hasil perintah atasan atau penguasa.
-        Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar tertentu.
-        Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
 Akomodasi (Accomodation) Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti : menujuk pada suatu keadaan dan untuk menujuk pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada keadaan, adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.

Sistem pengetahuan
Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang telah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dan seterusnya.
Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi anatara kelompok tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.
Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam masyarakat. Interaksi tersebut lebih mencolok ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi terhadap dua belah pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin teradi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud.
Interaksi sosial menjelaskan proses pembentukan nilai, norma, dan adat. Proses ini tak lepas dari pewarisan kelompok manusia atau masyarakat yang menjadi pendahulunya. Tetapi mereka tidat menutup kemungkinan dengan datangnya pengaruh teknologi, mereka menerima adanya pembaharuan dan teknologi untuk masuk ke kampung adat inilah yang membedakan dengan kampung adat lainnya. Banyak anak cucu mereka yang sudah berhasil dan menjadi Sarjana.

Bahasa
Bahasa yang mereka gunakan untuk sehari hari adalah dengan menggunakan bahasa sunda wiwitan sebagai alat komunikasi antar manusia dan sebagai alat pengantar mereka dalam pergaulan dan bersosialisasi.
Kesenian
Masyarakat Cireundeu menyebut diri mereka penganut Sunda Wiwitan, Sunda Wiwitan sendiri mengandung arti Sunda yang paling awal dan bagi mereka agama bukan sarana penyembahan namun sarana aplikasi dalam kehidupan, karena itu mereka memegang teguh tradisi dan jarang sekali ditemukan situs-situs penyembahan. Pangeran Haji Ali Madrais yang diakui sebagai nenek moyang masyarakat Cireundeu mungkin mendapat gelar Haji bukan karena dia benar-benar pergi memenuhi rukun Islam tetapi mendapat sebutan Haji karena dianggap sebagai pemimpin atau imam, kata Undang Ahmad Darsa yang juga banyak menulis buku tentang sejarah dan perkembangan Sunda.
Aliran kepercayaan Sunda Wiwitan masih eksis bertahan dan memiliki penganut setia di di Kampung Cireundeu. Namun dari segi keunikannya, warga kampung ini masih mengonsumsi singkong sebagai makanan pokok dan mayoritas masih menjalankan ajaran Pangeran Madrais dari Cigugur, Kuningan itu. Secara fisik Cireundeu memang kampung biasa, namun karena ketatnya menjalankan tradisi karuhun, kampung ini akhirnya dikukuhkan secara de facto sebagai kampung adat.
Kepercayaan ini dikenal juga sebagai Cara Karuhun Urang (tradisi nenek moyang), agama Sunda Wiwitan, ajaran Madrais atau agama Cigugur. Mereka percaya pada Tuhan, dan teguh menjaga kepercayaan serta menjaga jatidiri Sunda mereka agar tidak berubah. Falsafah hidup masyarakat Cireundeu belum banyak berubah sejak puluhan tahun lalu, dan mereka masih memegang ajaran moral tentang bagaimana membawa diri dalam hidup ini. Ritual 1 Sura yang rutin digelar sejak kala, merupakan salah satu simbol dari falsafah tersebut. Upacara suraan, demikian warga Cireundeu menyebutnya, memiliki makna yang dalam. Bahwa manusia itu harus memahami bila ia hidup berdampingan dengan mahluk hidup lainnya. Baik dengan lingkungan, tumbuhan, hewan, angin, laut, gunung, tanah, air, api, kayu, dan langit.
“Karena itulah manusia harus mengenal dirinya sendiri, tahu apa yang dia rasakan untuk kemudian belajar merasakan apa yang orang lain dan mahluk hidup lain rasakan”. Selain itu masyarakat Cireundeu menghormati leluhur mereka dengan tidak memakan nasi melainkan singkong. Pangeran Madrais pernah berkata, jika orang Cireundeu tidak mau terkena bencana maka pantang makan nasi. Sekarang terbukti, dimana orang lain bingung memikirkan harga beras yang makin naik, warga sini adem ayem saja karena singkongnya pun hasil kebun sendiri.
Kampung Cireundeu mempunyai filosofi kehidupan yang sangat unik, dimana nuansa hidup yang santun dalam nafas setiap insan warga kampung, mencintai lingkungan, budaya sunda dan kesenian khas masih terjaga dan terpelihara, sebagian masyarakatnya masih mempertahankan adat leluhurnya .
Sistem mata pencaharian hidup
Bahwa sebagian besar warganya mengonsumsi beras singkong atau rasi sebagai makanan pokok dihasilkan dari ampas singkong racun (karikil) yang telah diambil acinya.
Sebelum menentukan singkong kerikil sebagai bahan pilihan makanan pokok mereka, para warga masyarakat telah mencoba berbagai jenis bahan makanan, seperti jagung (Zea mays), hanjeli (Coix lacryma-jobi), talas (Colocasia esculenta), ganyol (Canna edulis), dan sorgum (Sargum bicolor). Dalam mengonsumsi singkong, mulanya mereka hanya merebus. Belakangan mereka menemukan keterampilam untuk membuat bahan mirip nasi dari bahan singkong racun.
Keunikan inilah yang menjadi dasar mengapa Kampung Adat Cireundeu dipilih sebagai lokasi penerapan program Desa Wisata Ketahanan Pangan (Dewitapa). Saat ini, warga Kampung Adat Cireundeu --terutama para ibu-- mengembangkan kemampuan mereka untuk mengolah bahan baku singkong racun menjadi berbagai penganan yang banyak diminati orang.
Sistem teknologi dan peralatan.
Dengan pengolahan lahan untuk menanam singkong. Untuk menjaga kesuburan lahan, pengolahan lahan yang digunakan untuk tanaman singkong. Penanaman singkong dilakukan secara berjangka. Dalam satu lahan yang luas, dibagi menjadi beberapa bagian dengan luas yang sama. Jarak tanam antarpohon diusahakan tidak terlalu sempit, yaitu kurang lebih 50 cm.
Penanaman bibit singkong (stek) diawalai pada lahan bagian pertama. Setelah penananaman pada bagian pertama selesai, akan dilanjutkan dengan pengolahan lahan bagian kedua. Pada lahan kedua ini pun dilakukan hal yang sama seperti pada lahan pertama, begitu seterusnya, sampai semua lahan yang digarap selesai ditanami singkong.
Selama menunggu waktu panen, petani akan kembali ke lahan pertama kali diolah, untuk memberisihkan tanaman-tanaman yang tumbuh liar di sekitar tanaman singkong tersebut. Pengolahan lahan dan penanaman singkong pada satu lahan memerlukan waktu sekitar satu bulan. Olah tanam seperti ini dilakukan karena dengan cara perti itu –sesuai dengan pengalaman mereka- hasil yang diperoleh lebih berkualitas. Kandungan aci dalam singkong akan lebih baik.
Setelah usia satu tahun, petani akan mulai memanen singkong tersebut dengan bantuan saudara-saudaranya atau pun anak lelakinya. Setelah panen. Lahan tersebut diistirahatkan terlebih dahulu selama tiga bulan. Tujuannya adalah agar unsur hara dalam tanah dapat kembali subur. Sambil menunggu diistirahatkan petani kemudian akan menanam singkong di lahan lainnya sampai panen selesai. Setelah kurang lebih tiga bulan masa diistirahatkannya lahan pertama, kemudian petani akan menggarap dan mengolah lahan selanjutnya dan menanaminya kembali begitu seterusnya.
Dari keunikan-keunikan yang dimilikinya itu, Kampung Adat Cireundeu memiliki apa yang disebut dengan kearifan lokal. Dari sisi nilai, kearifan lokal merupakan kekayaan yang patut dirawat. Pertanyaannya adalah dapatkan segala keunikan ini dijadikan kekayaan yang terus kepertahankan? Perlukah keunikan-keunikan tersebut ditularkan untuk warga kampung lain dalam rangka program ketahan pangan?
Keunikan inilah yang menjadi dasar mengapa Kampung Adat Cireundeu dipilih sebagai lokasi penerapan program Desa Wisata Ketahanan Pangan (Dewitapa). Saat ini, warga Kampung Adat Cireundeu --terutama para ibu-- mengembangkan kemampuan mereka untuk mengolah bahan baku singkong racun menjadi berbagai penganan yang banyak diminati orang.


“Teu Nyawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat”

Oleh-Oleh Khas Cireundeu

Masyarakat Kampung Cireundeu memanfaatkan ketela mulai dari akarnya hingga daunnya, seperti akarnya dapat diolah menjadi rasi (beras singkong), ranggening, opak, cimpring, peyeum atau tape, dan aneka kue berbahan dasar ketela. Batangnya dapat dimanfaatkan menjadi bibit, daunya dapat di jadikan lalapan atau disayur juga dapat dijadikan makanan ternak. Terakhir kulitnya dapat dibuat menjadi makanan olahan, biasanya dijadikan sayur lodeh atau dendeng kulit ketela. Selain untuk dikonsumsi sendiri hasilnya juga dapat dijual pada wisatawan sebagai buah tangan.

III.             SIMPULAN

Kampung Cireundeu adalah sebuah bukit kecil yang dihuni oleh 50 KK atau 800 jiwa yang memiliki tradisi berbeda. Sebagian penduduk Cireundeu, sejak ratusan tahun silam (sejak tahun 1918), tidak pernah menggunakan beras lagi sebagai bahan makanan pokok. Masyarakat Kampung Cireundeu merupakan suatu komunitas adat kesundaan yang mampu memelihara, melestarikan adat istiadat secara turun temurun dan tidak terpengaruhi oleh budaya dari luar. Situasi kehidupan penuh kedamaian dan kerukunan “silih asah,  silih asih, silih asuh, tata, titi, duduga peryoga“. Mereka memegang teguh pepatah Karuhun Cireundeu, yaitu: “Teu nanaon teu boga huma ge asal boga pare. Teu nanaon teu boga pare ge asal boga beas  Teu nanaon teu boga bias ge asal bisa ngejo Teu nanaon teu bisa ngejo ge asal bisa nyatu. Teu nanaon teu bisa nyatu ge asal bisa hirup.”
Masyarakat Cireundeu menyebut diri mereka penganut Sunda Wiwitan, Sunda Wiwitan sendiri mengandung arti Sunda yang paling awal dan bagi mereka agama bukan sarana penyembahan namun sarana aplikasi dalam kehidupan, karena itu mereka memegang teguh tradisi dan jarang sekali ditemukan situs-situs penyembahan. Pangeran Haji Ali Madrais yang diakui sebagai nenek moyang masyarakat Cireundeu mungkin mendapat gelar Haji bukan karena dia benar-benar pergi memenuhi rukun Islam tetapi mendapat sebutan Haji karena dianggap sebagai pemimpin atau imam.
Meskipun kampung Cireundeu dinobatkan sebagai salah satu kampung adat yang ada di Jawa Barat, tetapi  mereka tidak pernah menutup diri dari perkembangan teknologi. Bisa di bilang kampung Cireundeu adalah Kampung Adat yang fleksibel. Dalam batasan-batasan tertentu mereka  secara terbuka menerima teknologi di tengah-tengah kehidupannya, tanpa melupakan adat para leluhurnya. Bagi mereka menjaga apa yang telah diwariskan oleh para leluhurnya, bukan berarti tidak boleh bergaul dengan yang lainnya. Apalagi sampai menutup diri dari perkembangan Zaman. Sehingga sampai pada saat ini gaya hidup masyarakat Kampung Cireundeu bisa dikategorikan pada gaya hidup yang modern.

Konten Kurikulum IPS SD, SMP dan SMA



BAB I

PENDAHULUAN



Struktur Istilah pendidikan IPS dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan. Pendidikan IPS merupakan padanan dari social studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat. Istilah tersebut pertama kali digunakan di AS pada tahun 1913 mengadopsi nama lembaga Sosial Studies yang mengembangkan kurikulum di AS (Marsh, 1980; Martoella, 1976).

Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh Hamid Hasan (1990), merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu, Martoella (1987) mengatakan bahwa pembelajaran Pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” dari pada “transfer konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS peserta didik diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikannya pada aspek kependidikannya.

Ada 10 konsep social studies dari NCSS, yaitu (1) culture; (2) time, continuity and change; (3) people, places and environments; (4) individual development and identity; (5) individuals, group, and institutions; (6) power, authority and govermance; (7) production, distribution and consumption; (8) science, technology and society; (9) global connections, dan; (10) civic idealsand practices.(NCSS http://www.socialstudies.org/).

Konsep IPS, yaitu: (1) interaksi, (2) saling ketergantungan, (3) kesinambungan dan perubahan, (4) keragaman/kesamaan/perbedaan, (5) konflik dan konsesus, (6) pola (patron), (7) tempat, (8) kekuasaan (power), (9) nilai kepercayaan, (10) keadilan dan pemerataan, (11) kelangkaan (scarcity), (12) kekhususan, (13) budaya (culture), dan (14) nasionalisme.

Mengenai tujuan ilmu pengetahuan sosial, para ahli sering mengaitkannya dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut, Gross (1978) menyebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, secara tegas ia mengatakan “to prepare students to be well functioning citizens in a democratic society”. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan  peserta didik menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya (Gross, 1978).

Sedangkan tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.

Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pembelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Awan Mutakin, 1998).

  1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
  2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
  3. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
  4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
  5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. pengembangan keterampilan pembuatan keputusan.
  6. Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.
  7. Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi.
  8. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society’ dan mengembangkan kemampuan siswa mengunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya.
  9. Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap materi Pembelajaran IPS yang diberikan.

Ilmu pengetahuan sosial merupakan suatu program pendidikan yang mengintegrasikan konsep-konsep terpilih dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pembinaan warga negara yang baik. Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,  konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

























BAB II

PEMBAHASAN



KONTEN KURIKULUM IPS SD, SMP dan SMA

Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan pengertian dan tujuan dari pendidikan IPS, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan (Kosasih, 1994), agar pembelajaran Pendidikan IPS benar-benar mampu mengondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi peserta didik untuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini dikarenakan pengondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi tercapainya tujuan pendidikan (Azis Wahab, 1986).

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:

  • Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (Pasal 6 Ayat 6)
  • Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasar­kan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2)
  • Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20).





1.    KONTEN IPS SD

Setelah di analisis pada SK dan KD kelas 1 sampai 6 terdapat semua ranah yang ada pada Taksonomi Bloom. Dan semua kategori yang terdapat dalam ketiga ranah tersebut. Yaitu dalam SK dan KD tersebut bahwa siswa harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • Pada Ranah Kognitif : Pengetahuan, Pemahaman, Penerapan/Aplikasi, Analisa, Sintesa dan Evaluasi. 
  • Untuk Ranah Afektif : penerimaan, partisipasi, Penilaian/Penentuan Sikap, organisasi, dan pembentukan pola. 
  •  Untuk Ranah Psikomotor : persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, kreativitas.

Sesuai standar isi, pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi yang berisikan kajian Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Sementara ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek yang berkaitan dengan (1) Manusia, Tempat, dan Lingkungan; (2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan; (3) Sistem Sosial dan Budaya; dan (4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan. IPS ditingkat persekolahan dasar, secara serius telah disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dengan memperhatikan aspek metode, aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial serta dikemas secara psikologis, pedagogis, dan konteks sosial-budaya yang relevan untuk kebutuhan pendidikan.

Bahan ajar IPS di SD mulai dari kelas satu sampai kelas enam, memuat tujuan yang dirumuskan dalam sejumlah kompetensi yang harus dikuasai. Adapun konten IPS SD/MI meliputi:

  1. Memahami identitas diri dan keluarga, serta mewujudkan sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga.
  2. Mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga, serta kerja sama diantara keduanya.
  3. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi.
  4. Mengenai sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajemukan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi.
  5. Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah nasional, keragaman suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia.
  6. Menghargai peranan tokoh pejuang dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
  7. Memahami perkembangan wilayah Indonesia, keadaan sosial negara di Asia Tenggara serta benua-benua.
  8. Mengenal gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga, serta dapat melakukan tindakan dalam menghadapi bencana alam.
  9. Memahami peranan Indonesia di era global.



2.    KONTEN IPS SMP

Dalam tahap perkembangannya, siswa SMP berada pada tahap periode  perkembangan yang sangat pesat, dari segala aspek. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.



v  Perkembangan Aspek Kognitif

Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia siswa SMP, merupakan ‘period of formal operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang visual. Siswa telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif.

v  Perkembangan Aspek Psikomotor

Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain: 
               a. Tahap kognitif
                        Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena siswa masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat frustasi yang tinggi.
              b.        Tahap asosiatif

Pada tahap ini, seorang siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan  yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang siswa masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif. Dan karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku.



c.   Tahap otonomi

Pada tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat autonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap autonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara spontan dan oleh karenanya gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk memikirkan tentang gerakannya.

v  Perkembangan Aspek Afektif

Keberhasilan proses pengajaran Teknologi informasi dan komunikasi juga ditentukan oleh pemahaman tentang perkembangan aspek afektif siswa. Ranah afektif tersebut mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom (Brown, 2000) memberikan definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima tataran afektif yang implikasinya dalam siswa SMP lebih kurang sebagai berikut: (1) sadar akan situasi, fenomena, masyarakat, dan objek di sekitar; (2) responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka; (3) bisa menilai; (4) sudah mulai bisa mengorganisir nilai-nilai dalam suatu sistem, dan menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada; (5) sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut dalam bentuk sistem nilai.

Strukturkurikulum-SMP meliputi subtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas VII sampai dengan kelas IX. Konten  kurikulum IPS SMP  adalah sebagai berikut :

1.    Mendeskripsikan keanekaragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan

2.    Memahami proses interaksi dan sosialisasi dalam pembentukan kepribadian manusia.

3.    Membuat sketsa dan peta wilayah serta menggunakan peta, atlas, dan globe untuk mendapatkan informasi keruangan.

4.    Mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi di atmosfer dan dampaknya terhadap kehidupan.

5.    Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan sejak masa Hindu-Budha, Islam sampai masa kolonial Eropa.

6.    Mengidentifikasi upaya penanggulangan permasalahn kependudukan dan lingkunagn hidup dalam pembangunan berkelajutan.

7.    Memahami proses kebangkitan nasional, usaha persiapan kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

8.    Mendeskripsikan perubahan social budaya dan tipe-tipe perilaku masyarakat dalam menyikapi perubahan serta mengidetifikasi berbagai penyakit social sebagai akibat penyimpangan social dalam masyarakat, dan upaya pencegahaanya.

9.    Mengidentifikasi region-region dipermukaan bumi berkenaan dengan pembagian permukaan bumi atas benua dan samudra, keterkaitan unsur-unsur geografi dan penduduk, serta ciri-ciri Negara maju dan berkembang.

10. Mendeskripsikan perkebangan lembaga internasional, kerjasama, dan peran Indonesia dalam kerjasama dan perdagangan internasional serta dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.

11. Mendekripsikan manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi serta mengidentifikasi tindakan ekonomi berdasarkan motif dan prisip ekonomi dalam memenuhi kebutuhannya.

12. Mengungkapkan gagasan kreatif dalam tindakan ekonomi berupa kegiatan konsumsi, produksi dan distribusi barang/jasa untuk mencapai kemandirian dan kesejahteraan.



3.    KONTEN KURIKULUM IPS SMA/MA

Struktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.

Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA/MA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas empat program: (1) Program Ilmu Pengetahuan Alam, (2) Program Ilmu Pengetahuan Sosial, (3) Program Bahasa, dan (4) Program Keagamaan, khusus untuk MA.

Ø  Kurikulum SMA/MA Kelas X

1) Kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.

2)  Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.

3)    Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.

4)    Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.





Tabel 1. Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas X

Komponen
Alokasi Waktu
Semester 1
Semester 2
A. Mata Pelajaran


1.  Pendidikan Agama
2
2
2.  Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
3.  Bahasa Indonesia
4
4
4.  Bahasa Inggris
4
4
5.  Matematika
4
4
6.  Fisika
2
2
7.  Biologi
8.  Kimia
2
2
2
2
9.  Sejarah
10. Geografi
11. Ekonomi
12. Sosiologi
1
1
2
2
1
1
2
2
13. Seni Budaya
2
2
14. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
2
2
15. Teknologi Informasi dan Komunikasi
16. Keterampilan/Bahasa Asing
2
2
2
2
B. Muatan Lokal
2
2
C. Pengembangan Diri
2*)
2*)

2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

Ø Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPS

1.      Kurikulum dan Program Keagamaan terdiri atas 13 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Program Bahasa.

2.      Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.

3.      Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.

4.      Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.



Tabel 2. Struktur Kurikulum Program IPS SMA/MA Kelas XI Dan XII

Komponen
Alokasi Waktu
Kelas XI
Kelas XII
Smt 1
Smt 2
Smt 1
Smt 2
A. Mata Pelajaran




1.  Pendidikan Agama
2
2
2
2
2.  Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
2
3.  Bahasa Indonesia
4
4
4
4
4.  Bahasa Inggris
4
4
4
4
5.  Matematika
4
4
4
4
6.  Sejarah
3
3
3
3
7.  Geografi
3
3
3
3
8.  Ekonomi
4
4
4
4
9.  Sosiologi
3
3
3
3
10.Seni Budaya
2
2
2
2
11.Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
2
2
2
2
12.Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
2
13.Keterampilan/Bahasa Asing
2
2
2
2
B. Muatan Lokal
2
2
2
2
C. Pengembangan Diri
2*)
2*)
2*)
2*)

2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

Untuk program IPS seorang siswa SMA/MA konten kurikulum IPS nya adalah sebagai berikut.

  1. Menganalisis kehidupan awal, peradaban manusia Indonesia dan bangsa-bangsa lain di dunia, serta asal usul dan persebaran manusia di Indonesia
  2. Menganalisis perkembangan bangsa Indonesia pada masa Negara tradisional, meliputi perkembangan budaya, agama, dan sistem pemerintahan masa Hindu-Buddha, masa Islam, proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu-Buddha, dan Islam di Indonesia
  3. Menganalisis kesejarahan masa kolonial Hindia Belanda (pengaruh Barat) meliputi perubahan ekonomi, demografi, sosial, serta politik dan masa kolonial Jepang yang meliputi perubahan sosial-ekonomi, politik
  4. Menganalisis pengaruh berbagai revolusi politik dan sosial di dunia (Revolusi Perancis, revolusi Amarika, revolusi Rusia) terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia
  5. Menganalisis peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan lahirnya Undang-Undang Dasar 1945
  6. Menganalisis perkembangan masyarakat Indonesia mulai masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha, kerajaan-kerajaan Islam, permerintahan colonial Belanda, Inggris, Pemerintahan Pendudukan Jepang, meliputi politik (lahirnya gerakan pendidikan dan nasionalisme), cita-cita terbentuknya Negara merdeka dan sebagainya
  7. Menganalisis perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan dan persatuan NKRI darii ancaman disintegrasi bangsa, antara lain Peristiwa Madiun 1948, Pemnerontakan DI/TII, Peristiwa PERMESTA, Peristiwa Andi Azis, RMS, PRRI, dan Gerakan G-30-S/PKI
  8. Menganalisis perkembangan masyarakat Indonesia sejak Proklamasi sampai dengan masa Orde Baru, dan masa Reformasi, meliputi Masa Pemerintahan Demokrasi Terpimpin (Orde baru, 1945-1967), masa Demokrasi Pancasila (Orde Baru, 1967-1998), dan masa peralihan ke masa Reformasi(1998 –sekarang)






DAFTAR PUSTAKA



Direktorat Tenaga Pendidik  Dirjen PMPTK Depdiknas. 2008. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengathuan Sosial. Jakarta.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com /2011/03/12/karakteristik-mata-pelajaran-ilmu-pengetahuan-sosial-ips/